Jumat, 11 April 2014

arti beriman kepada Malaikat

Malaikat termasuk alam ghaib, yang Allah –‘azza wa jalla- menciptakan mereka dari cahaya, mereka mentaati semua perintah Allah, sebagaimana firman-Nya:
( لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ) التحريم/6  .
“.....Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim: 6)
Beriman kepada malaikat meliputi empat hal:
1.      Meyakini dengan sepenuhnya bahwa mereka itu ada, dan termasuk makhluk Allah yang tunduk kepada-Nya, Allah berfirman:
(…عباد مكرمون .لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ) الأنبياء/26 :27
“… Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya”. (QS. Al Anbiya’: 26-27)
( لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ) التحريم/6
“… yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim: 6)
(ومن عنده لا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلا يَسْتَحْسِرُونَ . يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لا يَفْتُرُونَ) الأنبياء/19 :20 .
“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya”. (QS. Al Anbiya’: 20) 
2.      Beriman dengan nama-nama malaikat yang kita mengetahui namanya, seperti; Jibril, Mikail, Israfil, Malik, Ridhwan, dan lain-lain –‘alaihimus salam-.  
3.      Beriman dengan sifat-sifat mereka yang kita mengetahuinya, seperti; kita mengetahui sifat-sifat dari malaikat Jibril –‘alaihis salam- dari sunnah nabawiyah, bahwa beliau memiliki 600 sayap dan telah memenuhi langit. 
4.      Beriman dengan perbuatan mereka yang kita mengetahuinya, Jibril –‘alaihis salam- tugasnya menyampaikan wahyu yang menjadi penyejuk hati, Israfil tugasnya meniup sangkakala, Mikail bertugas mengatur hujan, Malik bertugas menjaga Neraka, dan lain-lain.
Yang terpenting, yang menjadi kewajiban kita untuk mengimaninya adalah bahwa setiap orang bersamanya dua malaikat yang bertugas menulis semua perbuatan orang tersebut:
( إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ) ق/17-18
“ (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaff: 17-18)
Maka, jagalah diri anda wahai muslim, akan pencatatan kedua malaikat tersebut yang akan terungkap keburukan anda pada hari kiamat, semua yang anda ucapkan akan tersimpan dengan baik. Dan jika hari kiamat tiba maka catatan amal setiap orang akan dikeluarkan,
( ونخرج له يوم القيامة كتابا يلقاه منشورا . اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيباً ) الإسراء/13 :14
“Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (QS. Al Isra’: 13-14)
Semoga Allah menutup aib kita, dan mengampuninya, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengijabah setiap do’a.
Baca: A’lam Sunnah al Mansyurah: 86, Majmu Fatawa Syeikh Ibnu Utsaimin : 3/160. Untuk pembahasan lebih lanjut, silahkan anda merujuk pada soal: 843 dan 14610.
Syeikh Muhammad Shaleh al Munajjid

Selasa, 01 April 2014



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam bab ini akan dikaji tentang Landasan-landasan kurikulum. Melalui kajian ini dapat diketahui apa saja yang menjadi landasan dalam terbentuknya kurikulum. Ada tiga bagian yang akan di bahas dalam bab ini, yakni landasan kurikulum sebagai acuan dalam menetapkan komponen kurikulum, filosofis sebagai landasan kurikulum, psikologi sebagai landasan kurikulum.
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Pengembangan Kurilukum.
Kurikulum untuk lembaga pendidikan tertentu sudah ada. Artinya, telah disusun sebelumnya oleh para perencana kurikulum. Tugas para pelaksana pendidikan di sekolah seperti guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya tinggal melaksanakan, membina, dan dalam batas-batas tertentu mengembangkannya. Melaksanakan kurikulum dimaksudkan mentransformasikan program pendidikan kepada anak didik melalui proses pengajaran. Dengan kata lain mempengaruhi anak didik dengan tujuan dan materi yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Membina kurikulum dimaksudkan menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan kurikulum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum potensial, sehingga tidak terjadi kesenjangan. Sebagai contoh dapat dilukiskan sebagai berikut: dalam GBPP IPA kelas III SMA terdapat 15 pokok bahasan yang harus disampaikan kepada anak didik (kurikulum potensial). Namun dalam praktek karena beberapa alasan, guru hanya dapat menyelesaikan 10 pokok bahasan (kurikulum aktual).
Dalam contoh di atas terdapat kesenjangan lima pokok bahasan. Ini berarti pembinaan kurikulum tidak optimal sebab guru tidak dapat memenuhi atau menyelesaikan pokok bahasan sebagaimana harusnya.
Pengembangan kurikulum adalah tahap lanjutan dari pembinaan kurikulum, yakni upaya meningkatakan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum potensial. Upaya ini bisa dilakukan apabila diadakan penilaian terhadap apa yang telah dilaksanakan. Dengan dilakukan penilaian dapat diketahui kekurangan dalam pelaksanaan dan pembinaan kurikulum. Kekurangan tersebut dapat mungkin diatasi, dicarikan upaya lain yang lebih baik, sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal. Lebih dari itu hasil yang telah diperoleh dari pelaksanaan dan pembinaan kurikulum, dari tahun ke tahun selalu diupayakan meningkat sehingga ada nilai tambah, misalnya proses pelaksanaan lebih efektif, lebih efisien, hasilnya juga lebih produktif, lebih berdaya guna dan lain-lain. Kegiatan ini termasuk pengembangan kurikulum.[1]
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunana nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan (Bab IX, Ps. 37). Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan ketentuan dan konsep-konsep tersebut, pengembangan kurikulum agar berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1.      Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum satuan pendidikan.
2.      Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3.      Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karakteristik perkembangan peserta didik.
4.      Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manuiawi (interpersonal), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5.      Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu dengan yang lainnya.[2]
Ada tiga landasan pokok dalam melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum. ketiga landasan tersebut adalah landasan filosofis, sosial budaya, dan psikologis. Tetapi, disini penulis hanya membatasi penjelasan filosofis dan psikologis saja.
B.     Landasan Filosofis Perkembangan Kurikulum
Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum, pengembang kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan dan falsafah pendidik.[3] Cara berfikir radikal merupakan pengertian umum dalam filsafat, selain itu juga berpikir secara menyeluruh dan mendalam atau berfikir yang mengupas sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Demikian hal tersebut dipaparkan socrates.
Landasan filosofis dimaksudkan, pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di sekolah. Istilah filsafat mengandung banyak pengertian. Dalam pengertian umum filsafat adalah cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berfikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Sifat berfikir menyeluruh dan mendasar tentang sesuatu kebenaran merupakan ciri filsafat. Bidang telaah filsafat pada awal mulanya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi dasar tentang manusia. Misalnya, manusia adalah makhluk religi, makhluk sosial. Manusia adalah homo sapiens, homo symbolicium, homo economices dan lain-lain.
Tahap berikutnya filsafat mempersoalkan tentang hidup dan eksistensi manusia. Suatu kejadian tentang makna hidup manusia, pandangan hidup manusia, sebagai makhluk religi, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya dan lain-lain.
Dari dua telaah ini filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yakni hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika) dan hakikat indah-jelek (estetika). Pandangan hidup manusia mencakup ketiga aspek tersebut (logika, etika, estetika). Hakikat benar-salah adalah telaahan bidang ilmu. Hakikat baik-buruk telaahan bidang nilai (nilai religi dan sosial). Sedangkan indah-jelek telaahan bidang seni. Dalam hubungannya dengan kurikulum ketiga pandangan tersebut (ilmu, nilai, seni) sangat diperlukan, terutama dalam menetapkan arah dan tujuan pendidikan. Artinya, ke mana pendidikan akan di bawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan mengenai pandangan hidup manusia, atau tentang hidup dan eksistensi manusia. Sudah barang tentu setiap negara, bangsa di dunia ini telah memiliki pandangan hidup masing-masing sebagai acuan dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi kita (indonesia), pancasila telah menjadi pandangan dan cara hidup bangsa. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dengan 36 butir sebagai satu kesatuan jutuh dalam kondisi yang selaras, serasi dan seimbang menjadi acuan dasar dalam kehidupan manusia Indonesia.
Pendidikan, sebagai upaya dasar untuk membina manusia tidak bisa melepaskan diri dari pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni manusia pancasila. Ini berarti, pendidikan harus mampu membawa anak didik menjadi manusia pancasila. Dengan kata lain, landasan, arah, dan tujuan pendidikan adalah pancasila. Hal ini telah diwujudkan dalam rumusan dan tujuan pendidikan nasional seperti dapat dibaca dalam GBHN 1988.
Pendidikan nasional berdsarkan pancasila bertujuan meningkatkan kualitas manusia indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada Tanah Air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial.
Dalam rumusan tujuan tersebut, tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Dalam kaitannya dengan pandangan hidup manusia, seperti dijelaskan sebelumnya, ada tiga hal yang cukup mendasar yakni iman, budi pekerti, ilmu. Dalam konteks yang lebih luas adalah moral, ilmu dan amal (perwujudan dari iman dan ilmu).
Implikasi bagi para pelaksana pendidikan, terutama bagi guru, kepala sekolah dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di sekolah, nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan di atas harus menjadi acuan yang mendasar, dalam mewujudkan praktek pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan anak didik (siswa) menjadi manusia yang beriman, berilmu dan beramal dalam kondisi serasi, selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah.[4]
Dalam hal ini filsafat sebagai landasan kurikulum adalah supaya dalam pengembangan kurikulum memperoleh hasil secara mendalam, analitis, melaksanakan, membina dan mengambangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana(tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan disekolah/ madrasah.
Dalam kaitannya dengan kurikulum filsafat memiliki peranan penting dalam pendidikan. Maka dalam hal ini juga terdapat filsafat pendidikan yang bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek – aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip – prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan – persoalan pendidikan secara praktis.[5] Tentunya persoalan persoalan dalam pendidikan harus dipecahkan.
Dalam hal ini terdapat manfaat filsafat bagi pendidikan, yakni :
1.      Menentukan arah akan dibawa kemana siswa melalui pendidikan. di madrasah/sekolah, yakni kearah yang di cita-citakan oleh siswa yang berdampak pada agama, nusa dan bangsa.
2.      Adanya tujuan dari pendidikan yang diwarnai filsafat yang dianut, kita harus mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3.      Memberikan kesatuan kepada segala usaha pendididikan
Tiap negara mempunyai suatu falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Kurikulum harus memperhatikannya dalam dalam pengembangannya agar dapat memelihara kebutuhan nasional.[6] Dalam ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Halauan Negara, dikemukakan bahwa “ pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup, oleh karenanya ,agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan tersebut merupakan tanggungjawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.[7]
Setiap negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya landasan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah Pancasila
Implikasinya bagi pengembang kurikulum adalah :
1.      Nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat kajian filsafat, baik dari segi ontologi, epistemologi da aksiologi.
2.      Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moal yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum ,stategi pembelajaran .media pembelajaran dan sistem evaluasi.[8]
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Filsafat pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, filsafat merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yakni (1) cita-cita masyarakat, dan (2) kebutuhan peserta didik yang yang hidup di masyarakat.
Filsafat pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan menjadi hiasan lidah belaka, melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa filsafat pendidikan adalah hal yang diyakini dan diharapkan oleh seseorang. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapkan sesuai dengan nilai-nilai yang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan objektif. Hopkin dalam bukunya Interaction, The Democratic Process, mengemukakan kriteria, antara lain:
1.      Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
2.      Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.
3.      Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.[9]
C.    Psikologis Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum
Psikologi merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan terutama kaitannya dalam pengembangan kurikulum.
Hal-Hal Yang Perlu diperhatikan Dalam Pengembangan:
a.       Kurikulum hendaknya disusun dengan mempertimbangkan dan memperhatikan tingkat pertumbuhan, perkembangan dan kematangan siswa. Kurikulum tersebut haruslah cocok dan serasi, untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang, harmonis dan menyeluruh, baik jasmani maupun rohani.
b.      Pada dasarnya ,kurikulum disusun untuk memberikan kepuasan atas berbagai kebutuhan siswa. Oleh karena itu penyunan kurikulum sebaiknya didasarkan atas kebutuhan yang di rasakan para siswa tersebut. Kurikulum yang berorentasi pada kebutuhan para siswa atau remaja, biasa disebut “child centerd curriculum” berdasarkan kebutuhan, disusun suatu program yang relevan. Bahkan kebutuhan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu sumber dari tujuan dan motivasi kurikuler.
Oleh karena mempunyai makna yang besar terhadap keberhasilan belajar seseorang, maka faktor minat selayaknya menjadi pertimbangan pula dalam penyusunan kurikulum. Karena itu, pada kurikulum modern biasanya dikembangkan pendidikan berdasarkan minta para anak didik, yang disebut “special interest education”, selain pendidikan umum atau general education. Dalam kerangka ini pula, dalam kurikulum disediakan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi yang bersifat pilihan (selektif).
Pendidikan berkenaan dengan perilaku manusia sebab melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan pribadi menuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial. Kurikulum sebagai program pendidikan sudah pasti berkenaan pula dengan seleksi dan organisasi bahan yang secara ampuh dapat mengubah perilaku manusia di atas. Namun harus diingat pula bahwa perubahan perilaku pada manusia tidak seluruhnya sebagai akibat kematangan dirinya dan faktor lingkungan yang membentuknya di luar program pendidikan yang diberikan  di sekolah. Ada beberapa ciri tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil pendidikan ataupun hasil belajar, yakni (a) terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan aktual dan kemampuan potensial, (b) kemampuan baru berlaku dalam waktu yang relatif lama dan (c) kemampuan baru itu diperoleh melalui usaha. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain pentingnya landasan psikologi dalam kurikulum terutama, dalam (a) bagaimana kurikulum harus disusun, (b) bagaimana kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran, dan (c) bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.
Diantara cabang-cabang psikologi yang paling penting diperhatikan bagi landasan pengembangan kurikulum adalah psikologi perkembangan, dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landsan dalam pendidikan, khususnya kurikulum. Para ahli psikologi perkembangan mencoba membagi tahap-tahap perkembangan anak dari sudut yang beragam. Salah satu di antaranya adalah piaget yang memiliki perkembangan anak dari proses berfikir anak membaginya menjadi empat tahapan, yakni (a) tahap sensomotorik 0.0-2.0, (b) tahap pre-operasional; 2.0-7.0, (c) tahap konkret opersional;7.0-11.0 dan (d) tahap formal opersional;11.0-dewasa. Menurut piaget bahan yang diberikan kepada siswa dan cara belajarmengajar siswa harus disesuaikan dengan taraf perkembangan tersebut agar tidak menghambat proses berfikir.
Apabila psikologi perkembangan bermanfaat bagi penyusunan isi kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak, maka psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu diberikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Ini berarti, sumbangan psikologi belajar terhadap kurikulum berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum di sekolah, yakni melalui strategi belajar mengajar.
Psikologi belajar berkenaan dengan mengapa dan bagaimana proses perubahan tingkah laku manusia itu terjadi. Hal ini diperlukan dalam pendidikan terutama bagi guru dalam melaksanakan pengajaran, sebab proses belajar mengajar atau pengajaran pada hakikatnya mengubah tingkah laku baru para siswa. Pada akhir abad ke 19 ada dua teori belajar yang paling menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif. Menurut aliran behavioristik, manusia adalah organisme yang pasif, sepenuhnya dipengaruhi oleh stimulus lingkungan. Tiga teori belajar yang termasuk aliran ini adalah, (a) connectionisme (Thorndike), (b) clasical conditioning (Pavlop) dan (c) operation conditioning (Skinner). Pada prinsipnya, belajar menurut aliran behavioristik adalah mementingkan peranan stimulus belajar kepada anak didik dengan harapan terjadinya respons dari anak. Memperkuat hubungan antara stimulus dengan respons melalui berbagai cara diupayakan oleh guru agar siswa memperoleh hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah lakunya. Sedangkan aliran kognitif bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku organisme itu sendiri dan lingkungan. Dengan kata lain respons manusia merupakan fungsi dari stimulus dan organisme itu sendiri. Teori belajar yang termasuk aliran ini antara lain teori gestalt, teori medan kognitif, dan teori belajar humanistik.
Teori Gestalt mengutamakan pentingnya keseluruhan dalam proses belajar sebingga pemahaman merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar yang bermakna. Oleh sebab itu proses belajar harus mengutamakan proses pemahaman pada diri anak, bukan sekadar melatih hubungan stimulus-respons.
Teori belajar penting diketahui dan dikuasai guru dalam rangka pelaksanaan pengajaran. Guru harus memilih strategi belajar mengajar yang tepat untuk anak didik/siswa agar hasil belajar yang dicapainya bisa optimal. Guru haus mengetahui bagaimana cara siswa belajar agar ia dapat menyesuaikan diri dan menetapkan metode mengajar yang sesuai dengan cara belajar siswa. Ini semua memerlukan pemahaman mengenai hakikat belajar dan bagaimana individu belajar yang menjadi kajian teori belajar.[10]


















BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan



[1] Dr.H.Nana Sudjana,  pembinaan dan pengembangan kurikulum di sekolah,  (Bandung: Sinar baru algensindo, 2008), 8-9.
[2] Prof.Dr.Oemar Hamalik, kurikulum dan perkembangan, (jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 18-19.
[3] Muhammad Zaini, MA, Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras. 2009. Hlm. 23.
[4] Nana sudjana, opcit, 10-11.
[5] H. Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), 19.
[6] Prof. Dr.S.Nasution,M.A, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2012),15.
[7] Oemar Hamalik,dasar-dasar pengembangan kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008), 64-65.
[8] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013), 51-52.
[9] Oemar hamalik, opcit, 19-20.
[10]Dr.H. Nana Sudjana, opcit, 14-16

Jumat, 03 Januari 2014

konsep umum psikologi pembelajaran PAI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kegiatan belajar termasuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sangat erat dengan muatan psikologis. Dengan kata lain, banyak aspek psikologis dalam proses pembelajaran yang harus dipahami oleh seorang pendidik demi tercapainya tujuan pendidikan. Mengabaikan aspek-aspek psikologis dalam pembelajaran akan berakibat kegagalan. Untuk dapat memahami berbagai aspek psikologis dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran PAI, guru harus memahami berbagai konsep psikologi, khususnya psikologi belajar.
Telah disebutkan di atas bahwa belajar dan mengajar merupakan konsep yang bermuatan psikologis. Islam melalui surat Al-Alaq dan Al-Muddatsir telah meletakkan dasar-dasar konsep psikologi bagi kehidupan manusia, khususnya dalam aktivitas belajar mengajar, terlebih khusus lagi pembelajaran PAI. Konsep dalam kedua ayat tersebut merupakan konsep ideal. Oleh karena itu wajarlah bila teori dan konsep psikologi pendidikan di dasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Banyak hal yang perlu dikuasai oleh seorang pendidik, bukan hanya hal-hal yang kasat mata dan lahiriah, tetapi juga harus menguasai hal-hal yang bersifat batiniah. Misalnya memahami perasaan, keinginan, jalan pikiran, dan emosi siswa, yang kesemuanya tercakup dalam ranah psikologi. Tanpa keahlian tersebut, pendidik tidak akan mampu memaksimalkan potensi siswa. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai psikologi khususnya psikologi pembelajaran PAI.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa makna dari Psikologi Pembelajaran PAI ?
2.      Bagaimana konsep dasar mengenai Psikologi Pembelajaran PAI ?
3.      Bagaimana peran dan urgensi  Psikologi Pembelajaran PAI ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami makna dari Psikologi Pembelajaran PAI.
2.      Mengetahui dan memahami mengenai konsep dasar Psikologi Pembelajaran PAI
3.      Mengetahui dan memahami peran, dan urgensi Psikologi Pembelajaran PAI.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Makna Psikologi Pembelajaran PAI
1.      Pengertian Psikologi dan sejarah singkatnya
Secara bahasa, kata Psikologi berasal dari Bahasa Inggris psychology. Kata ini diadopsi dari Bahasa Yunani yang berakar dari dua kata yaitu psyche yang berarti jiwa atau roh, dan logos berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan.
Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti psikologi. RS. Woodworth berkata  Psychology can be defined as the science of the activities of the individual” (Woodworth, 1955:3). Ngalim Purwanto (1996:12) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Tingkah laku disini meliputi segala kegiatan yang tampak maupun yang tidak tampak, yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Sedang Sarwono (1976) mendefinisikan psikologi dalam tiga definisi. Pertama, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan. Kedua, psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. Ketiga, psikologi adalah ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.[1]
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pada dasarnya, psikologi menyentuh banyak bidang kehidupan diri organisme, baik manusia maupun hewan. Psikologi berhubungan dengan penyelidikan mengenai bagaimana dan mengapa organisme-organisme itu berbuat atau melakukan sesuatu. Akan tetapi secara lebih spesifik, psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan organisme manusia. Dalam hubungan ini, psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana manusia berpikir dan berperasaan.
Awalnya psikologi digunakan para ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup. Sebelum menjadi disiplin ilmu yang otonom, psikologi termasuk dalam pembahasan filsafat. Namun kemudian psikologi melepaskan diri dari filsafat dan menjadi disiplin ilmu yang otonom pada tahun 1879 saat William Wund (1832-1920) mendirikan laboratorium psikologi di Jerman.[2]
Sebagai suatu disiplin ilmu yang telah berdiri sendiri, psikologi telah banyak dipergunakan dan diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, pengajaran, ekonomi, perdagangan, industri, hukum, politik, militer, sosial, kepemimpinan, pelatihan dan agama. Penggunaan dan implementasi disiplin ilmu psikologi dalam bidang-bidang kehidupan di atas, kemudian timbul berbagai cabang psikologi yang mengkaji tingkah laku manusia dalam situasi yang lebih khusus, baik untuk tujuan teoritis maupun praktis.[3] Salah satu cabang psikologi yang mengkaji suatu obyek secara khusus adalah psikologi belajar (Psikologi Belajar PAI).
2.      Pengertian Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara etimologis belajar memiliki arti "berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman". Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.[4]
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku manusia berdasarkan pengalaman dan latihan, dari belum tahu menjadi tahu, dari pengalaman yang sedikit kemudian bertambah.
Hilgard sebagaimana dikutip Wina Sanjaya menulis bahwa Learning is the process by wich an activity originates or changed through training producers (wether in the laboratory or in the natural enviorenment). Bagi Hilgard, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku peserta didik melalui kegiatan berupa pelatihan baik di laboratorium maupun di lingkungan yang alamiah. Hal ini dimaksudkan bahwa dari manapun sumber perubahan itu asalkan melaui pelatihan maupun pengalaman dapat dikatakan sebagai kegiatan belajar, dan yang penting untuk proses perubahan tingkah laku ini ditimbulkan sebagai akibat adanya interaksi dengan lingkungan sekitar.
Surya (1997:9) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam  interaksi dengan lingkungannya.
Relevan dengan Surya, Slameto (1991:2) dan Ali (1987:14) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam  interaksi dengan lingkungannya.
Belajar itu sendiri merupakan suatu upaya membelajarkan atau suatu upaya mengarahkan aktivitas siswa kearah aktivitas belajar. Di dalam proses pembelajaran terkandung dua aktivitas sekaligus, yaitu aktivitas mengajar (guru) dan aktivitas belajar (siswa). Proses pembelajaran merupakan proses interaksi, yaitu antara guru dan siswa dan antara siswa dan siswa. Proses pembelajaran merupakan situasi psikologis, dimana banyak ditemukan aspek-aspek psikologis dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.  Oleh karena itu, guru dituntut memiliki pemahaman tentang psikologi guna memecahkan berbagi persoalan psikologis yang muncul dalam proses pembelajaran.[5]
3.      Pengertian Pendidikan Agama Islam
Salah satu hal terpenting dalam kebudayaan Islam adalah Pendidikan. Karena melalui proses pendidikan semua nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan disalurkan dari satu generasi ke generasi berikunya. Dalam kaitannya dengan Pendidikan Islam, Pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan nilai-nilai dan ajaran Islam untuk membetuk manusia yang taqwa baik dalam berfikir, bertindak, dan berperilaku.[6]
Adapun Pendidikan Agama Islam sendiri menurut Hasan Langgulung merupakan suatu proses atau segala macam aktivitas yang berusaha membimbing dan memberi suatu tauladan ideal yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi serta mempersiapkan bagi kehidupan dunia dan akhirat. Dalam hal ini Hasan Langgulung lebih memberikan gambaran yang jelas tentang arah dari pendidikan Islam tersebut yaitu mempersiapkan individu dalam menempuh kehidupan di dunia dan akhirat. definisi lain menyebutkan “Pendidikan Islam diartikan sebagai rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup seseorang yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan dalam  kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya dimana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam  nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlaq al-karimah.[7] Ada pula yang memberikan pengertian bahwa Pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku dalam kehidupan, baik individu atau bermasyarakat serta berinteraksi dengan alam sekitar melalui proses kependidikan berlandaskan Islam.
Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan kata lain, Beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[8]
     Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadi ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun kelak di akhirat.[9]
     Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam agar terbentuknya kepribadian Islam. Dengan bimbingan tersebut anak dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara menyeluruh. Hal itu dilakukan demi keselamatan di dunia dan akhirat.
Merujuk pada pengertian psikologi diatas dalam pengertian yang lebih luas, psikologi belajar PAI dapat dimaknai dengan suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji atau mempelajari tingkah laku individu (manusia), didalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.
Secara lebih sempit psikologi belajar PAI dapat dimaknai sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku individu (siswa) dalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam melalui proses pembelajaran PAI.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat di pahami bahwa psikologi belajar PAI pada dasarnya mencurahkan perhatiannya pada perilaku (perbuatan-perbuatan) ataupun tindak tanduk orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar atau orang-orang yang terlibat langsung dalam prosess pembelajaran khususnya dalam pembelajaran PAI.[10]

B.     Konsep Dasar Psikologi Pembelajaran PAI
1.      Teori-teori Belajar
a.       Teori Belajar Behavioristik
Menurut pandangan ini, belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati ( berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini, karena tidak dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, perasaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia melakukan kontak dengan lingkungan. (J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner)
b.      Teori Belajar Kognitif
Belajar adalah proses internal mental manusia yang tidak dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah laku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal dan tak dapat diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. (aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreatifitas, harapan dan pikiran). (Jean Piaget, Robert Glaser, John Anderson, Jerome Bruner, dan David Ausubel)
c.       Teori Belajar Humanistik
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu:
1)      Keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen,
2)      Manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya,
3)      Manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain,
4)      Manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya, dan
5)      Manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.[11]
2.      Ruang lingkup Psikologi Belajar PAI
Psikologi belajar sebagai disiplin ilmu yang merupakan cabang psikologi, yang kajiannya dikhususkan pada masalah belajar, maka psikologi belajar memiliki ruang lingkup di sekitar masalah belajar. Psikologi belajar memiliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu masalah belajar, proses belajar, dan situasi belajar.
Pokok bahasan mengenai belajar : Teori-teori belajar; Prinsip-prinsip belajar; Hakikat belajar; Jenis-jenis belajar; Aktivitas-aktivitas belajar; Teknik belajar efektif; Karakteristik perubahan hasil belajar; Manifestasi perilaku belajar; dan Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
Pokok bahasan mengenai proses belajar : Tahapan perbuatan belajar; Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama belajar; Pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku individu; pengaruh motivasi terhadap perilaku belajar;  Signifikasi perbedaan individual dalam kecepatan memproses kesan dari keterbatasan individu dalam belajar; dan Masalah proses lupa dan kemampuan individu memproses perolehannya melalui transfer belajar.
Pokok bahasan mengenai situasi belajar : Suasana dan keadaan lingkungan fisik, non -fisik, sosial dan non-sosial.[12]
3.      Tujuan Psikologi Belajar
Selanjutnya psikologi belajar juga bertujuan memberikan solusi atau perbaikan atas masalah yang di hadapi murid dalam belajar, sehingga murid tidak kesulitan dalam menerima transfer ilmu dari guru dan melakukan pembelajaran dengan menyenangkan.[13] 
4.      Metode-metode dalam Psikologi Pembelajaran PAI
Ada beberapa metode riset yang sudah lazim digunakan dalam psikologi, yaitu sebagai berikut :
1)      Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah untuk mengetes keyakinan atau pendapat tentang tingkah laku manusia dalam situasi atau kondisi tertentu. Dengan kata lain, eksperimen dilakukan dengan anggapan bahwa semua situasi atau kondisi dapat dikontrol dengan teliti, yang keadaannya berbeda dari observasi yang dikontrol. Melalui usaha eksperimen demi eksperimen, kemudian kebenaran-kebenaran psikologis yang semula didasarkan atas terkaan, pemikiran dan perenungan, kini didasarkan atas percobaan-percobaan.
Untuk mendukung pelaksanaan eksperimen, paling tidak menggunakan dua kelompok yang diperbandingkan. Kelompok pertama sebagai kelompok “kontrol,” dan kelompok kedua sebagai kelompok “eksperimen”. Fungsi kelompok kontrol adalah untuk mengecek pengaruh dari faktor eksperimen atau variable independent; dan kelompok kontrol tersebut sedapat mungkin diusahakan sama dengan kelompok eksperimen.
Lewat metode eksperimen banyak aspek belajar dapat diteliti dengan baik, yang hasilnya dapat disumbangkan bagi kelancaran proses interaksi edukatif di kelas. Misalnya meneliti tentang keefektifan komparatif dari metode-metode mengajar yang berbeda (seperti metode diskusi versus metode ceramah) untuk mempelajari informasi yang factual.
2)      Metode Observasi
Metode observasi adalah metode untuk mempelajari gejala kejiwaan melalui pengamatan dengan sengaja, teliti, sistematis. Metode observasi terbagi menjadi dua : pertama, metode introspeksi yaitu metode untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan dengan jalan meninjau gejala-gejala jiwa sendiri secara sengaja, teliti, dan sistematis. Kedua, metode ekstrospeksi yaitu metode untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan dengan jalan mempelajari peristiwa-peristiwa jiwa orang lain dengan sistematis. Atau metode yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau lebih dari seorang.
Melalui penerapan metode ini laporan-laporan yang ditulis akan dapat menghasilkan informal yang objektif, lebih-lebih yang dilakukan oleh orang yang terlatih, terampil, dan yang berpengalaman. Studi observasi telah banyak dilakukan terhadap hubungan sosial yang diperlihatkan oleh anak-anak pada taman kanak-kanak dan dalam situasi permainan bebas.
3)      Metode Genetik
Metode ini juga disebut metode perkembangan, merupakan teknik observasi yang digunakan masa pertumbuhan mental dan fisik anak dan juga hubungannnya dengan anak-anak lain dan orang-orang dewasa, yakni perkembangan sosialnya, kemudian dicatat dengan cermat. Pendekatannya bisa menempuh satu atau dua pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan horizontal dan vertikal.  Pendekatan horizontal digunakan untuk memperoleh data. Misalnya, mengenai pertumbuhan kecerdasan, gerak, dan perasaan anak sejak lahir sampai masa tertentu. Sedangkan pendekatan vertikal digunakan untuk individu atau sekompok individu sejak lahir sejak lahir dan seterusnya.
4)      Metode Riwayat Hidup atau Klinis
Metode riwayat hidup adalah metode untuk menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dengan jalan mengumpulkan riwayat hidup sebanyak-banyaknya, baik yang ditulis sendiri maupun yang ditulis olah orang lain.
Lewat metode ini biasanya penerapannya terbatas untuk mencoba memecahkan kesulitan-kesulitan belajar yag benar-benar dihadapi pelajari. Tujuannya untuk mendiagnosis.
Metode riwayat hidup memasukkan riwayat hidup masa lalu, status, dan keadaannya yang sekarang dari seorang individu, yang kemudian dapat digunakan oleh konselor untuk memberikan perbaikan. Oleh karena itu, studi kasus yang disusun dengan hati-hati, sudah  tentu akan memasukkan data mengenai latar belakang keluarga dan sosial, kesehatan jasmani dan perkembangan emosi, serta pengalaman pendidikannya. Termasuk pula minat, hobi, emosi, dan kegiatan individu di masa sekarang, yang semuanya relevan dengan masalah yang hendak dipecahkan. Data dimaksud bisa diperoleh lewat wawancara atau angket. Kemudian haruslah dianalisis yang diarahkan kepada diagnosis dan perbaikan.
5)      Metode Tes
Tes adalah suatu alat yang di dalamnya berisi sejumlah pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang dikerjakan, untuk mendapatkan gambaran-gambaran tentang kejiwaan seseorang atau kelompok.
Tes merupakan instrumen riset yang penting dalam psikologi masa sekarang. Ia digunakan untuk mengukur semua jenis kemampuan, minat, bakat, prestasi, sikap, dan ciri kepribadian. Pada pokoknya suatu tes mengemukakan suatu situasi yang seragama pada sekolompok orang yang berbeda-beda pada aspek-apke yang yang relevan dengan situasi tersebut.[14]
Itulah metode-metode yang digunakan dalam psikologi belajar untuk meniliti dan menelaah permasalahan yang terjadi dalam belajar. namun, masih banyak metode-metode lainnya. Metode-metode tersebut digunakan mencari permasalahan dan memberikan perbaikan agar terjadi proses pembelajaran yang baik dan sebagai timbal balik antara masalah dengan solusi. Metode-metode tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga tidak ada yang paling diunggulkan dari metode tersebut. Metode tersebut akan baik jika disesuai dengan apa yang ingin diteliti.
5.      Prinsip-prinsip Psikologi Pembelajaran PAI
Proses pembelajaran dalam pendidikan Islam selalu memperhatikan perbedaan individu peserta didik serta menghormati harkat, martabat dan kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan menetapkan pendiriannya, sehingga bagi murid belajar merupakan hal yang menyenangkan dan mendorong perkembangan kepribadiannya secara optimal.
Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran PAI adalah sebagai berikut :
1)      Perbedaan minat, dan perhatian.
Menurut Crow dan Crow, minat merupakan sebagai kekuatan pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, atau kepada aktifitas-aktifitas tertentu. Untuk itu dalam kegiatan pembelajaran kalau bahan pelajaran diambil dari pusat-pusat minat murid, dengan sendirinya perhatian spontan akan timbul sehingga belajar akan berlangsung dengan baik.
Sedangkan perhatian salah satu faktor psikologis yang dapat membantu terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran. Kondisi ini dapat terbentuk melalui dua hal yaitu  pertama, yang timbul secara instrinsik dan yang kedua, melalui bahan pelajaran.
2)      Perbedaan cara belajar
Cara belajar anak didikk dapat dikategorikan ke dalam empat cara, yaitu : (1) Cara belajar somatic, adalah yang lebih menekankan pada aspek gerak tubuh atau belajar dengan melakukan, (2) Cara belajar auditif, adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek pendengaran, (3) Cara belajar visual, adlah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek gambar atau penglihatan, (4) Cara belajar intelektual, adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek penalaran atau logika.
3)      Perbedaan kecerdasan
Peserta didik mempunyai kecerdasan yang berbeda. Kecerdasan yang dimaksud adalah : kecerdasan linguistik, logis-matematis, spasial, musikal, kinestetis-jasmani, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Agar semua kecerdasan dapat dikembangkan maka proses pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan setiap potensi kecerdasan yang dimiliki peserta didik tersebut berkembang dengan baik. Dalam pendidikan Islam  diutamakkan adalah kecerdasan spritual dan emosional.
4)      Belajar dengan melakukan
Pendidikan modern menekankan pada kegiatan anak dalam proses pembelajaran. Anak aktif mencari sendiri dan bekerja sendiri. Dengan demikian anak akan lebih bertanggungjawab dan berani mengmabil keputusan sehingga pengertian mengenai suatu persoalan benar-benar mereka pahami dengan baik.
Dalam pendidikan Islam, misalnya, pada pelajaran ibadah sholat, sifat, anak yang suka bergerak perlu dipergunakan baik-baik dengan dramatisasi, dramaswisata ke tempat peribadahan, bersama-sama membersihkan tempat sholat dan lain-lain.
5)      Mengembangkan kemampuan sosial
Kegiatan pembelajaran tidak hanya mengoptimalkan kemampuan individual secaa internal, melainkan juga mengasah kemampuan peserta didik untuk membangun hubungan dengan pihak lain. Melalui interaksi dengan teman atau dengan guru.  Seperti, diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan.
6)      Mengembangkan keingintahuan
Setiap manusia tidak akan pernah diam manakala berhadapan dengan hal-hal yang baru. Manusia bersifat peka, kritis, dan kreatif terhadap yang baru, dan berusahan mempelajarinya sampai semua itu terjawab dan jawabannya menjadi puas. Kebutuhan rasa ingin tahu itulah mendorong manusia untuk mempelajari segala sesuatu dalam hidupnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara Tanya jawab, diskusi, musyawarah dan lain-lain.
7)      Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
Peserta didik perlu dilatih untuk memecahkan masalah agar ia berhasil dalam kehidupannya. Hal ini dengan cara berdiskusi.
8)      Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
Peserta didik perlu mengenal penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini. Supaya anak tidak asing dengan perkembangan ilmu dan teknologi, oleh karena itu guru hendaknya mengaitkan materi yang disampaikan dengan kemajuan ilmu dan teknologi.[15]

C.    Peran dan Urgensi Psikologi Pembelajaran PAI
Bagi seorang guru, yang tugas utamanya adalah mengajar, sangat penting memahami psikologi belajar. kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran pendidikan agama Islam, sarat dengan muatan psikologis. mengabaikan aspek – aspek psikologis dalam proses pembelajaran akan berakibat kegagalan, sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Beberapa peran penting psikologi dalam proses pembelajaran adalah :
1.      Memahami siswa sebagai pelajar, meliputi perkembangannya, tabiat, kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain
2.      Memahami prinsip – prinsip dan teori pembelajaran
3.      Memilih metode – metode pembelajaran dan pengajaran
4.      Menetapkan tujuan pembelajaran dan pengajaran
5.      Menciptakan situasi pembelajaran dan pengajaran yang kondusif
6.      Memilih dan menetapkan isi pengajaran
7.      Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
8.      Memilih alat Bantu pembelajaran dan pengajaran
9.      Menilai hasil pembelajaran dan pengajaran
10.  Memahami dan mengembangkan kepribadian dsan profesi guru
11.  Membimbing perkembangan siswa[16]
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa antara proses perkembangan dengan proses belajar mengajar memiliki keterkaitan. Sehubungan dengan ini, setiap guru sekolah selayaknya memahami seluruh proses dan perkembangan manusia, khususnya siswa. Pengetahuan mengenai proses dan perkembangan dan segala aspeknya itu sangat bermanfaat, antara lain :
1.      Guru dapat memberikan layanan dan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada siswa dengan pendekatan yang relefan denga tingakat perkembangannya
2.      Guru dapat mengantisipasi kemungkinan – kemungkinan timbulnya kesulitan belajar siswa tertentu
3.      Guru dapat memertimbangkan waktu yang tepat dlam memulai aktifitas proses belajar mengajar bidang studi tertentu
4.      Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan – tujuan pengajaran sesuai dengan kemampuan psikologisnya
Dari beberapa peranan psikologi belajar di atas, dapat kita khususkan sebagai berikut :
1.      Psikologi belajar memiliki peranan penting dalam membantu mempersiapkan guru atau calon guru yang professional
2.      Pengetahuan tentang psikologi belajar diharapkan mampu membantu memecahkan permasalahan siswa dalam belajar
3.      Pengetahuan tentang psikologi belajar memudahkan penerapan pengetahuan, pendekatan dan komunikasi kepada anak didik
4.      Pengetahuan tentang psikologi belajar membantu mencipatakan suasana edukatif dan efektif



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Makna Psikologi Pembelajaran PAI
Secara bahasa, kata Psikologi berasal dari Bahasa Inggris psychology. Kata ini diadopsi dari Bahasa Yunani yang berakar dari dua kata yaitu psyche yang berarti jiwa atau roh, dan logos berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Sedangkan secara istilah psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam  interaksi dengan lingkungannya.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha mengubah tingkah laku dalam kehidupan, baik individu atau bermasyarakat serta berinteraksi dengan alam sekitar melalui proses kependidikan berlandaskan Islam.
Merujuk pada pengertian psikologi diatas dalam pengertian yang lebih luas, psikologi belajar PAI dapat dimaknai dengan suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji atau mempelajari tingkah laku individu (manusia), didalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.
Secara lebih sempit psikologi belajar PAI dapat dimaknai sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku individu (siswa) dalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam melalui proses pembelajaran PAI.
2.      Konsep dasar Psikologi Pembelajaran PAI
a.       Teori-teori Belajar
b.      Ruang lingkup Psikologi Pembelajaran PAI
c.       Tujuan Psikologi Pembelajaran PAI
d.      Metode-metode dalam Psikologi Pembelajaran PAI
e.       Prinsip-prinsip Psikologi Pembelajaran PAI
3.      Peran dan Urgensi Psikologi Pembelajaran PAI
Beberapa peran penting psikologi dalam proses pembelajaran adalah :
a.       Memahami siswa sebagai pelajar, meliputi perkembangannya, tabiat, kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain
b.      Memahami prinsip – prinsip dan teori pembelajaran
c.       Memilih metode – metode pembelajaran dan pengajaran
d.      Menetapkan tujuan pembelajaran dan pengajaran
e.       Menciptakan situasi pembelajaran dan pengajaran yang kondusif
f.       Memilih dan menetapkan isi pengajaran
g.      Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
h.      Memilih alat Bantu pembelajaran dan pengajaran
i.        Menilai hasil pembelajaran dan pengajaran
j.        Memahami dan mengembangkan kepribadian dsan profesi guru
k.      Membimbing perkembangan siswa
Adapun Urgensi Psikologi Pembelajaran PAI :
a.       Guru dapat memberikan layanan dan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada siswa dengan pendekatan yang relefan denga tingakat perkembangannya
b.      Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan – tujuan pengajaran sesuai dengan kemampuan psikologisnya
c.       Psikologi belajar memiliki peranan penting dalam membantu mempersiapkan guru atau calon guru yang professional
d.      Pengetahuan tentang psikologi belajar diharapkan mampu membantu memecahkan permasalahan siswa dalam belajar
e.       Pengetahuan tentang psikologi belajar memudahkan penerapan pengetahuan, pendekatan dan komunikasi kepada anak didik
f.       Pengetahuan tentang psikologi belajar membantu mencipatakan suasana edukatif dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Marimba D.  1986. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Al-Ma’arif.
Arifin, A. 2004. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara.
Djamarah, Saiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Ramayulis. 2009. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia.
Sarwono, S.A. 1976. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Bulan Bintang.
Surya, M. Psikologi Pembelajaran Dan Pengajaran. Bandung: Psikologi Pendidikan dan Bimbingan IKIP Bandung.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
Tim Studi Islam IAIN Sunan Ampel. 2010. Pengantar Studi Islam. Surabaya: SUNAN AMPEL PRESS.
Tohirin. 2006. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zuhdiyah. 2009. Pendidikan Agama Islam. Palembang : Universitas PGRI.
Zainiyati, Husniyatul Salamah. 2010. Model dan Strategi Pembelajaran Aktif : Teori dan Praktek dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.Surabaya: Putra Media Nusantara.


[1] S.A. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 8-9.
[2] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 4-5.
[3] M. Surya, Psikologi Pembelajaran Dan Pengajaran, (Bandung: Psikologi Pendidikan dan Bimbingan IKIP Bandung), 4-5.
[4] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 163.
[5] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 8-9.
[6] Tim Studi Islam IAIN Sunan Ampel, Pengantar Studi Islam, (Surabaya: SUNAN AMPEL PRESS, 2010), 187.
[7] A. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 2004), 27.
[8] Marimba D. Ahmad,  Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Al-Ma’arif : Jakarta, 1986), 23.
[9] Zuhdiyah, Pendidikan Agama Islam (Palembang : Universitas PGRI, 2009), 6-7.

[10] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 10-11.

[11] Husniyatul Salamah Zainiyati, Model dan strategi Pembelajaran aktif : Teori dan Praktek dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), 45-57.
[12] Saiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), 3-4.
[13] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2010), 65.

[14] Ibid., 4-8.
[15] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), 95-103.
[16] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 14- 15.