Selasa, 01 April 2014



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam bab ini akan dikaji tentang Landasan-landasan kurikulum. Melalui kajian ini dapat diketahui apa saja yang menjadi landasan dalam terbentuknya kurikulum. Ada tiga bagian yang akan di bahas dalam bab ini, yakni landasan kurikulum sebagai acuan dalam menetapkan komponen kurikulum, filosofis sebagai landasan kurikulum, psikologi sebagai landasan kurikulum.
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Pengembangan Kurilukum.
Kurikulum untuk lembaga pendidikan tertentu sudah ada. Artinya, telah disusun sebelumnya oleh para perencana kurikulum. Tugas para pelaksana pendidikan di sekolah seperti guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya tinggal melaksanakan, membina, dan dalam batas-batas tertentu mengembangkannya. Melaksanakan kurikulum dimaksudkan mentransformasikan program pendidikan kepada anak didik melalui proses pengajaran. Dengan kata lain mempengaruhi anak didik dengan tujuan dan materi yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Membina kurikulum dimaksudkan menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan kurikulum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum potensial, sehingga tidak terjadi kesenjangan. Sebagai contoh dapat dilukiskan sebagai berikut: dalam GBPP IPA kelas III SMA terdapat 15 pokok bahasan yang harus disampaikan kepada anak didik (kurikulum potensial). Namun dalam praktek karena beberapa alasan, guru hanya dapat menyelesaikan 10 pokok bahasan (kurikulum aktual).
Dalam contoh di atas terdapat kesenjangan lima pokok bahasan. Ini berarti pembinaan kurikulum tidak optimal sebab guru tidak dapat memenuhi atau menyelesaikan pokok bahasan sebagaimana harusnya.
Pengembangan kurikulum adalah tahap lanjutan dari pembinaan kurikulum, yakni upaya meningkatakan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum potensial. Upaya ini bisa dilakukan apabila diadakan penilaian terhadap apa yang telah dilaksanakan. Dengan dilakukan penilaian dapat diketahui kekurangan dalam pelaksanaan dan pembinaan kurikulum. Kekurangan tersebut dapat mungkin diatasi, dicarikan upaya lain yang lebih baik, sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal. Lebih dari itu hasil yang telah diperoleh dari pelaksanaan dan pembinaan kurikulum, dari tahun ke tahun selalu diupayakan meningkat sehingga ada nilai tambah, misalnya proses pelaksanaan lebih efektif, lebih efisien, hasilnya juga lebih produktif, lebih berdaya guna dan lain-lain. Kegiatan ini termasuk pengembangan kurikulum.[1]
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunana nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan (Bab IX, Ps. 37). Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan ketentuan dan konsep-konsep tersebut, pengembangan kurikulum agar berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1.      Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum satuan pendidikan.
2.      Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3.      Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karakteristik perkembangan peserta didik.
4.      Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manuiawi (interpersonal), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5.      Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu dengan yang lainnya.[2]
Ada tiga landasan pokok dalam melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum. ketiga landasan tersebut adalah landasan filosofis, sosial budaya, dan psikologis. Tetapi, disini penulis hanya membatasi penjelasan filosofis dan psikologis saja.
B.     Landasan Filosofis Perkembangan Kurikulum
Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum, pengembang kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan dan falsafah pendidik.[3] Cara berfikir radikal merupakan pengertian umum dalam filsafat, selain itu juga berpikir secara menyeluruh dan mendalam atau berfikir yang mengupas sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Demikian hal tersebut dipaparkan socrates.
Landasan filosofis dimaksudkan, pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di sekolah. Istilah filsafat mengandung banyak pengertian. Dalam pengertian umum filsafat adalah cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berfikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Sifat berfikir menyeluruh dan mendasar tentang sesuatu kebenaran merupakan ciri filsafat. Bidang telaah filsafat pada awal mulanya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi dasar tentang manusia. Misalnya, manusia adalah makhluk religi, makhluk sosial. Manusia adalah homo sapiens, homo symbolicium, homo economices dan lain-lain.
Tahap berikutnya filsafat mempersoalkan tentang hidup dan eksistensi manusia. Suatu kejadian tentang makna hidup manusia, pandangan hidup manusia, sebagai makhluk religi, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya dan lain-lain.
Dari dua telaah ini filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yakni hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika) dan hakikat indah-jelek (estetika). Pandangan hidup manusia mencakup ketiga aspek tersebut (logika, etika, estetika). Hakikat benar-salah adalah telaahan bidang ilmu. Hakikat baik-buruk telaahan bidang nilai (nilai religi dan sosial). Sedangkan indah-jelek telaahan bidang seni. Dalam hubungannya dengan kurikulum ketiga pandangan tersebut (ilmu, nilai, seni) sangat diperlukan, terutama dalam menetapkan arah dan tujuan pendidikan. Artinya, ke mana pendidikan akan di bawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan mengenai pandangan hidup manusia, atau tentang hidup dan eksistensi manusia. Sudah barang tentu setiap negara, bangsa di dunia ini telah memiliki pandangan hidup masing-masing sebagai acuan dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi kita (indonesia), pancasila telah menjadi pandangan dan cara hidup bangsa. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dengan 36 butir sebagai satu kesatuan jutuh dalam kondisi yang selaras, serasi dan seimbang menjadi acuan dasar dalam kehidupan manusia Indonesia.
Pendidikan, sebagai upaya dasar untuk membina manusia tidak bisa melepaskan diri dari pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni manusia pancasila. Ini berarti, pendidikan harus mampu membawa anak didik menjadi manusia pancasila. Dengan kata lain, landasan, arah, dan tujuan pendidikan adalah pancasila. Hal ini telah diwujudkan dalam rumusan dan tujuan pendidikan nasional seperti dapat dibaca dalam GBHN 1988.
Pendidikan nasional berdsarkan pancasila bertujuan meningkatkan kualitas manusia indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada Tanah Air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial.
Dalam rumusan tujuan tersebut, tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Dalam kaitannya dengan pandangan hidup manusia, seperti dijelaskan sebelumnya, ada tiga hal yang cukup mendasar yakni iman, budi pekerti, ilmu. Dalam konteks yang lebih luas adalah moral, ilmu dan amal (perwujudan dari iman dan ilmu).
Implikasi bagi para pelaksana pendidikan, terutama bagi guru, kepala sekolah dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di sekolah, nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan di atas harus menjadi acuan yang mendasar, dalam mewujudkan praktek pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan anak didik (siswa) menjadi manusia yang beriman, berilmu dan beramal dalam kondisi serasi, selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah.[4]
Dalam hal ini filsafat sebagai landasan kurikulum adalah supaya dalam pengembangan kurikulum memperoleh hasil secara mendalam, analitis, melaksanakan, membina dan mengambangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana(tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan disekolah/ madrasah.
Dalam kaitannya dengan kurikulum filsafat memiliki peranan penting dalam pendidikan. Maka dalam hal ini juga terdapat filsafat pendidikan yang bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek – aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip – prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan – persoalan pendidikan secara praktis.[5] Tentunya persoalan persoalan dalam pendidikan harus dipecahkan.
Dalam hal ini terdapat manfaat filsafat bagi pendidikan, yakni :
1.      Menentukan arah akan dibawa kemana siswa melalui pendidikan. di madrasah/sekolah, yakni kearah yang di cita-citakan oleh siswa yang berdampak pada agama, nusa dan bangsa.
2.      Adanya tujuan dari pendidikan yang diwarnai filsafat yang dianut, kita harus mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3.      Memberikan kesatuan kepada segala usaha pendididikan
Tiap negara mempunyai suatu falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Kurikulum harus memperhatikannya dalam dalam pengembangannya agar dapat memelihara kebutuhan nasional.[6] Dalam ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Halauan Negara, dikemukakan bahwa “ pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup, oleh karenanya ,agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan tersebut merupakan tanggungjawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.[7]
Setiap negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya landasan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah Pancasila
Implikasinya bagi pengembang kurikulum adalah :
1.      Nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat kajian filsafat, baik dari segi ontologi, epistemologi da aksiologi.
2.      Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moal yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum ,stategi pembelajaran .media pembelajaran dan sistem evaluasi.[8]
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Filsafat pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, filsafat merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yakni (1) cita-cita masyarakat, dan (2) kebutuhan peserta didik yang yang hidup di masyarakat.
Filsafat pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan menjadi hiasan lidah belaka, melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa filsafat pendidikan adalah hal yang diyakini dan diharapkan oleh seseorang. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapkan sesuai dengan nilai-nilai yang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan objektif. Hopkin dalam bukunya Interaction, The Democratic Process, mengemukakan kriteria, antara lain:
1.      Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
2.      Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.
3.      Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.[9]
C.    Psikologis Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum
Psikologi merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan terutama kaitannya dalam pengembangan kurikulum.
Hal-Hal Yang Perlu diperhatikan Dalam Pengembangan:
a.       Kurikulum hendaknya disusun dengan mempertimbangkan dan memperhatikan tingkat pertumbuhan, perkembangan dan kematangan siswa. Kurikulum tersebut haruslah cocok dan serasi, untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang, harmonis dan menyeluruh, baik jasmani maupun rohani.
b.      Pada dasarnya ,kurikulum disusun untuk memberikan kepuasan atas berbagai kebutuhan siswa. Oleh karena itu penyunan kurikulum sebaiknya didasarkan atas kebutuhan yang di rasakan para siswa tersebut. Kurikulum yang berorentasi pada kebutuhan para siswa atau remaja, biasa disebut “child centerd curriculum” berdasarkan kebutuhan, disusun suatu program yang relevan. Bahkan kebutuhan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu sumber dari tujuan dan motivasi kurikuler.
Oleh karena mempunyai makna yang besar terhadap keberhasilan belajar seseorang, maka faktor minat selayaknya menjadi pertimbangan pula dalam penyusunan kurikulum. Karena itu, pada kurikulum modern biasanya dikembangkan pendidikan berdasarkan minta para anak didik, yang disebut “special interest education”, selain pendidikan umum atau general education. Dalam kerangka ini pula, dalam kurikulum disediakan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi yang bersifat pilihan (selektif).
Pendidikan berkenaan dengan perilaku manusia sebab melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan pribadi menuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial. Kurikulum sebagai program pendidikan sudah pasti berkenaan pula dengan seleksi dan organisasi bahan yang secara ampuh dapat mengubah perilaku manusia di atas. Namun harus diingat pula bahwa perubahan perilaku pada manusia tidak seluruhnya sebagai akibat kematangan dirinya dan faktor lingkungan yang membentuknya di luar program pendidikan yang diberikan  di sekolah. Ada beberapa ciri tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil pendidikan ataupun hasil belajar, yakni (a) terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan aktual dan kemampuan potensial, (b) kemampuan baru berlaku dalam waktu yang relatif lama dan (c) kemampuan baru itu diperoleh melalui usaha. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain pentingnya landasan psikologi dalam kurikulum terutama, dalam (a) bagaimana kurikulum harus disusun, (b) bagaimana kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran, dan (c) bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.
Diantara cabang-cabang psikologi yang paling penting diperhatikan bagi landasan pengembangan kurikulum adalah psikologi perkembangan, dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landsan dalam pendidikan, khususnya kurikulum. Para ahli psikologi perkembangan mencoba membagi tahap-tahap perkembangan anak dari sudut yang beragam. Salah satu di antaranya adalah piaget yang memiliki perkembangan anak dari proses berfikir anak membaginya menjadi empat tahapan, yakni (a) tahap sensomotorik 0.0-2.0, (b) tahap pre-operasional; 2.0-7.0, (c) tahap konkret opersional;7.0-11.0 dan (d) tahap formal opersional;11.0-dewasa. Menurut piaget bahan yang diberikan kepada siswa dan cara belajarmengajar siswa harus disesuaikan dengan taraf perkembangan tersebut agar tidak menghambat proses berfikir.
Apabila psikologi perkembangan bermanfaat bagi penyusunan isi kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak, maka psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu diberikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Ini berarti, sumbangan psikologi belajar terhadap kurikulum berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum di sekolah, yakni melalui strategi belajar mengajar.
Psikologi belajar berkenaan dengan mengapa dan bagaimana proses perubahan tingkah laku manusia itu terjadi. Hal ini diperlukan dalam pendidikan terutama bagi guru dalam melaksanakan pengajaran, sebab proses belajar mengajar atau pengajaran pada hakikatnya mengubah tingkah laku baru para siswa. Pada akhir abad ke 19 ada dua teori belajar yang paling menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif. Menurut aliran behavioristik, manusia adalah organisme yang pasif, sepenuhnya dipengaruhi oleh stimulus lingkungan. Tiga teori belajar yang termasuk aliran ini adalah, (a) connectionisme (Thorndike), (b) clasical conditioning (Pavlop) dan (c) operation conditioning (Skinner). Pada prinsipnya, belajar menurut aliran behavioristik adalah mementingkan peranan stimulus belajar kepada anak didik dengan harapan terjadinya respons dari anak. Memperkuat hubungan antara stimulus dengan respons melalui berbagai cara diupayakan oleh guru agar siswa memperoleh hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah lakunya. Sedangkan aliran kognitif bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku organisme itu sendiri dan lingkungan. Dengan kata lain respons manusia merupakan fungsi dari stimulus dan organisme itu sendiri. Teori belajar yang termasuk aliran ini antara lain teori gestalt, teori medan kognitif, dan teori belajar humanistik.
Teori Gestalt mengutamakan pentingnya keseluruhan dalam proses belajar sebingga pemahaman merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar yang bermakna. Oleh sebab itu proses belajar harus mengutamakan proses pemahaman pada diri anak, bukan sekadar melatih hubungan stimulus-respons.
Teori belajar penting diketahui dan dikuasai guru dalam rangka pelaksanaan pengajaran. Guru harus memilih strategi belajar mengajar yang tepat untuk anak didik/siswa agar hasil belajar yang dicapainya bisa optimal. Guru haus mengetahui bagaimana cara siswa belajar agar ia dapat menyesuaikan diri dan menetapkan metode mengajar yang sesuai dengan cara belajar siswa. Ini semua memerlukan pemahaman mengenai hakikat belajar dan bagaimana individu belajar yang menjadi kajian teori belajar.[10]


















BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan



[1] Dr.H.Nana Sudjana,  pembinaan dan pengembangan kurikulum di sekolah,  (Bandung: Sinar baru algensindo, 2008), 8-9.
[2] Prof.Dr.Oemar Hamalik, kurikulum dan perkembangan, (jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 18-19.
[3] Muhammad Zaini, MA, Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras. 2009. Hlm. 23.
[4] Nana sudjana, opcit, 10-11.
[5] H. Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), 19.
[6] Prof. Dr.S.Nasution,M.A, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2012),15.
[7] Oemar Hamalik,dasar-dasar pengembangan kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008), 64-65.
[8] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013), 51-52.
[9] Oemar hamalik, opcit, 19-20.
[10]Dr.H. Nana Sudjana, opcit, 14-16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar